Thursday 5 September 2013

Mujahidin Suriah



Saat menghabiskan waktu dengan Mujahidin Suriah

Jum'at, 1 Zulqa'dah 1434 H / 6 September 2013 07:27
Saat menghabiskan waktu dengan Mujahidin Suriah
Ilustrasi
Pendakian itu sulit, menanjak melalui kebun kering pohon plum yang daunnya menguning dan buahnya berwarna gelap.  Mohammad, seorang pejuang Islam Suriah, berjalan di depan saya, ia memanjat empat sampai lima batu di atas saya yang terbentuk seperti anak tangga di sisi bukit.  Ini adalah waktu untuk berjalan-jalan santai di pegunungan hijau Jabal al-Akrad di barat laut provinsi Latakia.
Jet tempur MIG milik rezim terbang di atas kepala, menukik rendah dan menjatuhkan muatan mereka.  Saat itu adalah pertengahan Agustus sekitar pukul 13.40 waktu setempat dan jet tempur rezim telah melakukan sebelas serangan, disertai dua kali oleh helikopter tempur.
Ada bau hangus pohon terbakar, dibakar oleh artileri dan senjata lainnya.
Pada satu titik, Mohammad menjulurkan laras Kalashnikovnya ketimbang tangannya untuk membantu saya mencapai bukit.  Seperti banyak Muslim “konservatif”, ia tidak akan menyentuh wanita yang bukan kerabat dekatnya.  Dia telah melakukan hal ini dua kali sebelum menyadari ada peluru di sana.
Pemandangan panorama terlihat antara pasukan yang setia kepada Presiden Bashar al-Assad dan lawan-lawannya.  Tiga puncak kebun mawar berada di belakang kami, satu dikenal dengan Izay’a, Dahr Sahyoon dan lainnya Nabi Younes, yang tertinggi mencapai lebih dari seribu lima ratus meter di atas permukaan laut.  Masing-masing adalah posisi rezim.  Di depan kami, gumpalan asap tergantung di atas banyak desa di lembah dangkal dan bukit, dihuni oleh anggota sektr Alawiyah.  Sebelas desa telah dikuasai oleh Mujahidin Suriah di minggu pertama Agustus, pasukan Assad berhasil merebutnya kembali pada 19 Agustus dan kembali dikusai Mujahidin, begitu seterusnya.
Pertempuran di sini sangat penting, ini adalah jantung Assad, basis dukungannya.  Pertempuran di daerah ini dipimpin oleh koalisi Islam “konservatif” (baca : Mujahidin-red), dipelopori oleh Daulah Islam Irak dan Syam (ISIS) dan Suqoor el Ezz yang dipimpin oleh seorang Arab bernama Syeikh Sakr.  Koalisi termasuk Mujahidin Jabhah an-Nushrah, Brigade Ahrar al-Sham dan kelompok yang terdiri dari para pejuang asing dalam jumlah yang besar. Beberapa anggota FSA juga bertempur di sini, namun tidak masuk ke dalam kepemimpinan.
Dalam sebuah pemakaman baru di Tartiyah, sebuah desa kecil Sunni dekat Salma, sebagian besar nama bertuliskan tangan di atas lembaran putih sederhana yang berfungsi sebagai batu nisan adalah milik Muhajidun atau imigran.  Penduduk setempat menjulukinya sebagai “Pemakaman Muhajirun”.  Ada satu lagi yang lebih besar di Doreen.  Istilah ini mengacu pada Muslim awal yang bermigrasi dengan nabi Muhammad salallahu alaihi wasallam dari Mekkah ke Madinah, tetapi kini diterapkan untuk pejuang Islam asing.  Nama-nama di atas nisan tertulis : Abu Obaida il Tunisi, Abu Abdullah al-Moghrabi, Abu Falah il Kuwait dan tentu saja orang-orang Chechen.
Di tempat lain di Suriah dan luar negeri, lawan-lawan Assad (oposisi pro-demokrasi) melihat para pejuang asing ini dengan kecurigaan dan penghinaan terhadap pandangan “ultrakonservatif” mereka.  Yang lain mengatakan bahwa mereka membutuhkan pejuang asing itu sekarang untuk menggulingkan Assad dan bahwa ide-ide mereka tentang negara Islam di masa depan bisa dikesampingkan dan ditangani kemudian.
Tapi tidak ada kekhawatiran atau keraguan di sini, di antara pejuang Islam Suriah yang berjuang bersama Mujahidin dari luar negeri.
Pada malam terakhir, di halaman dalam dari sebuah rumah sederhana berlantai satu di mana saya tinggal, delapan warga Suriah dari beberapa unit menceritakan kisah keberanian Mujahidin asal Chechnya.  Mereka berbicara tentang bagaimana orang-orang Chechnya bertempur tanpa penutup, sebagai bagian dari upaya untuk meneror musuh secara psikologis dengan menunjukkan bahwa mereka tidak takut dan mereka mendesak warga Suriah untuk melakukan hal yang sama.
Rumah tersebut milik orang tua lanjut usia dari salah seorang Mujahid Jabhah an-Nushrah bernama Omar, yang baru berusia dua puluh tahun dan juga tinggal di sana.  Omar berada dalam barisan Ahrar al-Sham pada awal tahun namun kini bergabung dengan Jabhah an-Nushrah dan salah satu temannya mengatakan sambil bercanda bahwa ia “sudah dipromosikan” di masa mendatang akan bergabung dengan ISIS.
Omar merupakan sosok yang mengesankan, berpakaian layaknya banyak anggota Jabhah an-Nushrah lainnya, menghias kepalanya dengan lilitan kain hitam, memiliki raambut keriting sebahu dan memanjangkat jenggot namun tidak memiliki kumis. Baru-baru ini dia terkena tembakan sebanyak dua kali, di kakinya dan meskipun luka-lukanya masih dalam masa penyembuhan dan diperban, ia kembali bertempur di bagian terdepan.
Kami duduk sambil memakan plum, semangka dan pir di halaman diterangi oleh listrik yang diberikan dari desa-desa Sunni.  Musim dingin yang lalu, sebuah bom meledak di halaman belakang rumah itu, membunuh satu tetangga dan memotong kaki korban lainnya.  Ayah Omar,
Abu Anis menderita luka pecahan peluru di punggungnya.  Sebuah dinding rumah keluarga Omar menganga.  Telah ditambal secara kasar, tapi sebagian besar dinding luar masih terlihat bekas serangan.
Orang-orang yang secara terbuka meremehkan unit FSA (moderat-red) mengatakan mereka terlibat dalam “pariwisata” ini dan juga secara terbuka memusuhi kaum Alawiyah atau Nusyairiyah.  Bahkan walaupun Syiah menyebutnya mereka kafir.  “Mereka semua sama, mereka menganggap kami, Sunni, sebagai musuh.  Mereka semua terlibat dalam perang melawan kami,” ujar seorang pejuang.  “Mereka tidak akan mau tinggal di sini setelah ini,” ujar yang kedua yang berarti mereka telah menyapu desa-desa.  Para pria juga mengejek mereka dengan sebutan Ikhwanul Muslimin karena dianggap tidak berkomitmen dlaam keimanan.
“Kami menyebut Ikhwanul Muslimin, atau apapun yang penonton ingin,” ujar Mohammad yang mengenakan celana kamuflase hijau dan kaos hitam bertuliskan kalimat syahadat.
“Jika orang-orang mengatakan mereka ingin Syariah, mereka juga mengatakannya.  Jika orang lainnya mengatakan mereka menginginkan demokrasi, mereka mengatakan mereka menginginkannya.  Mereka hanya ingin berkuasa.”
Konsep Islam moderat adalah palsu, ujar Omar.  “Tidak ada hal-hal semacam itu, itu adalah ungkapan modern,” katanya.  Islam moderat berarti Islam yang sejalan dengan mereka, yang setuju dengan mereka, dengan Amerika, Eropa dan Iran, lanjut Omar.
Saat Omar berbicara, terjadi ledakan di dekatnya.  Itu adalah salah satu dari sembilan ledakan dalam waktu satu jam, tetapi hanya dua kali para pria itu melihat ke luar halaman.
“Para pengambil keputusan di negeri ini akan menjadi orang-orang dengan kekuatan militer,” ujar Mohammad.  “Jika mereka, FSA dan politikus oposisi, menginginkan negara sekuler dan memiliki kekuatan militer untuk menciptakannya, biarkan mereka.  Jika mereka memerangi kami karena proyek kami, kami akan menghadapi mereka.  Kami berjuang untuk agama, apa yang mereka perjuangkan?”
Omar memohon diri untuk pergi.  Salah satu rekannya di Jabhah an-Nushrah  asal Chechnya menikahi seorang Muslimah setempat pada malam itu.
Keesokan paginya, jet tempur keluar lebih awal, sebelum jam 9.00 pagi.  Ibu Omar, menyiapkan sarapan.  Dia selalu terlihat tengah memasak, baik untuk Omar dan rekan-rekannya atau untuk Brigade Ahrar al-Sham yang ia letakkan di depan jalan.
Kedelapan pria, yang bergabung dalam unit Ahrar al-Sham, mendengar dengan penuh perhatian walkie-talkie di tangan mereka.
“Abu Ali, mereka meminta (RPG).  Mereka mengatakan mereka dapat melihat tank,” ujar salah satu pesan.
“Kirim mereka roket,” ujar Omar kepada pria lain di dekatnya yang berdiri untuk menyampaikan pesan ke pejuang yang lebih dekat ke lapangan.
Di belakang rumah orang tua Omar, terdapat sebuah parit yang terlihat seperti kuburan dangkal.  Orang tua Omar bersembunyi di dalamnya setiap kali MIG melintas.  Em Anis, ibu Omar memiliki perhatian lain,  Ia selalu ingin memberi makan kepada pejuang Ahrar al-sham sebelum mereka kembali keluar (untuk bertempur).  “Mereka belum makan siang,” ujarnya.
Suaminya hanya menatapnya dan tersenyum.
Sebelumnya, Em Anis mengatakan kepada saya bahwa Omar telah melihat lima calon pengantin untuk dirinya, tetapi ia menyatakan bahwa calon istrinya harus memahami bahwa ia akan pergi ke mana pun Jihad membawanya, dan bahwa dia harus siap untuk menemaninya.  Sejauh ini, belum ada peminat.  (haninmazaya/arrahmah.com)
*diambil dari newyorker.com

No comments:

Post a Comment